Apa Jenis Makanan dan Pola Makan Sesuai Anjuran Islam?
Oleh dr. Raehanul Bahraen, M.Sc, Sp.PK
Jenis Makanan dan Pola Makan Sesuai Kebiasaan Kaumnya
Cukup
banyak kaum muslimin yang bertanya-tanya apakah jenis makanan dan pola
makan yang menjadi anjuran agama Islam? Apakah harus makan jenis makan
tertentu? ataukah harus makan beberapa kali sehari? Ataukan ada waktu
dan jam-jam khusus untuk makan tertentu?
Jawabannya:
secara umum, jenis makanan dan pola makan adalah sesuai dengan
kebiasaan kaumnya selama tidak menimbulkan bahaya dan melanggar syariat,
bahkan ada sebagian ulama yang menjelaskan bahwa disunnahkan memakan
jenis makanan apa yang ada dan mudah didapatkan di negerinya/kaumnya.
Inilah secara umumnya.
Menyikapi Anjuran Khusus dalam Syariat Islam
Memang
ada anjuran secara khusus, misalnya sunnah makan kurma (ajwah) 7 buah
di pagi hari agar terhindar dari sihir, akan tetapi bukan berarti kita
mengganti jenis makan dan pola makan dari kebiasaan kaum kita. Secara
kesehatan ada juga jenis makanan khusus untuk tujuan tertentu, misalnya
untuk diet khusus untuk menurunkan berat badan, diet khusus untuk
penyakit ini, akan tetapi untuk menjadi pola hidup maka makanan itu
disesuaikan dengan kebiasan setempat (kearifan lokal) sesuai dengan
bimbingan para ahli kesehatan terutama ahli gizi.
Kami
buat contoh, apabila masyakarat indonesia biasa makan nasi sejak kecil
dan terpapar nasi dari kecil, maka itulah makanan kebiasaan kaumnya.
Hendaknya tidak diganti makan nasi dengan makan kurma (apalagi
berkeyakinan kurma itu sunnah, ini tidak tepat). Apabila kita berbicara
hukumnya, makan kurma itu hukumnya mubah, yang sunnah adalah apabila
makan kurma sesuai dengan anjuran hadits semisal makan kurma ketika
berbuka puasa atau ketika makan sahur. Secara kesehatan, kementerian
kesehatan Indonesia juga telah mengeluarkan saran makan dengan program
“piring makanku”, yaitu satu piring makan dibagi menjadi porsi
karbohidrat, protein dan sayur sesuai aturan.
Jadi,
jenis dan pola makan kita tetap sesuai dengan kebiasaan kaum kita
selama ini dan hal ini tidak bertentangan melaksanakan sunnah-sunnah
terkait makanan. Misalnya makan sahur dan berbuka pakai nasi, kemudian
kita juga makan kurma untuk menerapkan sunnah makan sahur dengan kurma,
demikian juga berbuka dengan kurma setelah itu makan nasi.
Dalil Terkait Jenis Makanan dan Pola Makan
Dalil
yang menunjukkan bahwa jenis dan pola makan kita sesuai dengan
kebiasaan kaumnya adalah hadits ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam ditawarkan makanan “dhab” yaitu sejenis kadal gurun yang halal,
tetapi beliau menolak memakannya karena itu bukanlah makanan kaumnya.
Beliau menolak bukan karena haramnya, tetapi bukan makanan kebiasaan
kaumnya.
Perhatikan hadits berikut dari Ibnu Abbas, beliau berkata,
أَنَّ
خَالِدَ بْنَ الْوَلِيدِ أَخْبَرَهُ أَنَّهُ دَخَلَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى مَيْمُونَةَ وَهِيَ خَالَتُهُ
وَخَالَةُ ابْنِ عَبَّاسٍ فَوَجَدَ عِنْدَهَا ضَبًّا مَحْنُوذًا
فَقَدَّمَتِ الضَّبَّ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَرَفَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَهُ عَنِ
الضَّبِّ فَقَالَ خَاالِدٌ: أَحْرَامٌ الضَّبُّ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟
قَالَ: «لَا وَلَكِنْ لَمْ يَكُنْ بِأَرْضِ قَوْمِي فَأَجِدُنِي أَعَافُهُ»
قَالَ خَالِدٌ: فَاجْتَرَرْتُهُ فَأَكَلْتُهُ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَنْظُرُ إِلَيّ
“Khalid
bin Al-Walid mengabarkan kepada beliau bahwasanya beliau bersama Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk menemui Maimunah (istri Nabi) dan
Maimunah adalah bibiknya Khalid dan juga bibiknya Ibnu Abbas. Maka
Khalid mendapati ada dhab(semacam hewan bebentuk iguana-pen) yang
dipanggang (di atas batu panas). Lalu Dhab tersebutpun dihidangkan
kepada Nabi shallalahu ‘alaihi wasallam. Nabi pun mengangkat tangannya
tidak menyentuh dhab. Maka Khalid bertanya, “Apakah dhabitu haram wahai
Rasulullah?’. Nabi berkata, “Tidak, akan tetapi dhabtidak ada di kampung
kaumku, maka aku mendapati diriku tidak menyukainya”. Khalid berkata,
“Akupun mengambilnya lalu menyantapnya, dan Rasulullah shallalahu
‘alaihi wasallam hanya memandang kepadaku” [HR Al-Bukhari no 5391]
Dalam riwayat Muslim, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan itu bukanlah jenis makanan beliau,
كُلُوا فَإِنَّهُ حَلَالٌ وَلَكِنَّهُ لَيْسَ مِنْ طَعَامِي
“Makanlah oleh kalian, karena sesungguhnya daging ini halal. Akan tetapi bukan dari makananku” [HR. Muslim no. 3608]
Ibnu
Hajar al-Asqalani menjelaskan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
meninggalkan makan dhab karena tidak terbiasa makan dhab dan bukan
termasuk makanan kaumnya. Beliau berkata,
وفي هذا كله بيان سبب ترك النبي صلى الله عليه وسلم وأنه بسبب أنه ما اعتاده
“Dalam
hadits ini semuanya terdapat penjelasan sebab Nabis shallallahu ‘alaihi
wa sallam meninggalkan makan dhabt karena beliau tidak terbiasa memakan
dhab.” [Fathul Bari 9/580]
Ibnu
Taimiyyah menjelaskan dari hadits ini, bahwa disunnahkan makan dan
berpakaian sesuai dengan kebiasaan kaumnya dan negerinya, beliau
berkata,
فَسُنَّتُهُ
فِي ذَلِكَ تَقْتَضِي أَنْ يَلْبَسَ الرَّجُلُ وَيَطْعَمَ مِمَّا
يَسَّرَهُ اللَّهُ بِبَلَدِهِ مِنْ الطَّعَامِ وَاللِّبَاسِ . وَهَذَا
يَتَنَوَّعُ بِتَنَوُّعِ الْأَمْصَارِ
“Sunnah
dalam hal ini adalah hendaknya seseorang memakai pakaian dan memakan
apa yang telah Allah mudahkan (tersedia) di negerinya/kaumnya berupa
makanan dan pakaian. Hal ini berbeda-beda seusai dengan (keadaan)
negerinya.” [Majmu’ fatawa 22/310]
Ibnu
At-Tiin menjelaskan bahwa karena Rasulullah shallalahu ‘alaihi merasa
tidak berselera (agak mual) dengan dhab. Beliau berkata,
وَكَانَ هُوَ صلى الله عليه وسلم قَدْ يَعَافُ بَعْضَ الشَّيْءِ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terkadang merasa mual dengan sebagian makanan (dhab ini).” [Fathul baari 9/534]
Tidak Perlu Memaksa Mengganti Makanan Pokok
Jadi
makanan tersebut adalah sesuai dengan kebiasaan kaumnya dan apabila
kita tidak suka dan tidak, maka tidak bisa dipaksakan. Tidak harus kita
mengganti jenis makanan pokok dengan kurma, mengganti makan nasi dengan
nasi mandi atau nasi briyani (bisa jadi orang Indonesia mual apabila
setiap hari makan nasi ini). Jadi tidak tepat apabila mengatakan
sunnahnya adalah mengganti nasi dengan kurma sebagai makanan pokok
karena makan kurma adalah sunnah.
Syaikh
Muhammad bin Shalih Al-Munajjadi hukum asal apa yang Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam suka berupa makanan, minuman dan pakaian adalah sebuah
adat/perangai sebagai seorang manusia yang hukumnya mubah. Beliau
berkata:
وبهذا
يتبين أن ما أحبّه صلى الله عليه وسلم من الأطعمة أو الأشربة أو الألبسة
ونحو ذلك ، الأصل فيه أنه من العادات التي تفعل بمقتضى البشرية ، ولا يراد
بها التشريع ، ككونه يحب الدباء ، ويعاف الضب ، ويلبس العمامة والرداء
والإزار والقميص ، ما لم يدل دليل على التشريع
“Oleh
karena itu jelas bahwa apa yang disukai oleh Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam berupa makanan, minuman, pakaian dan lain-lain maka hukum
asalnya adalah perkara adat/perangai sebagai seorang manusia. Bukanlah
dimaksudnya untuk menjadi syariat ibadah (tasryi’). Misalnya beliau suka
labu dan tidak suka dhabb (seperti biawak padang pasir), misalnya juga
memakai ‘imaamah (penutup kepala), baju, kain bawahan, gamis dan
lain-lain selama tidak ada dalil yang menunjukkan bahwa itu
disyariatkan.” [https://islamqa.info/ar/answers/149523]
Ibnu
hajar Al-Asqalani juga menjelaskan bahwa terkadang obat-obatan dosisnya
berbeda sesuai dengan jenis makanan yang menjadi kebiasaan mereka,
beliau berkata
فقد
اتفق الأطباء على أن المرض الواحد يختلف علاجه باختلاف السن والعادة
والزمان والغذاء المألوف والتدبير وقوة الطبيعة…لأن الدواء يجب أن يكون له
مقدار وكمية بحسب الداء إن قصر عنه لم يدفعه بالكلية وإن جاوزه أو هي القوة
وأحدث ضررا آخر
“Seluruh
tabib telah sepakat bahwa pengobatan suatu penyakit berbeda-beda,
sesuai dengan perbedaan umur, kebiasaan, waktu, jenis makanan yang biasa
dikonsumsi, kedisiplinan dan daya tahan fisik…karena obat harus sesuai
kadar dan jumlahnya dengan penyakit, jika dosisnya berkurang maka tidak
bisa menyembuhkan dengan total dan jika dosisnya berlebih dapat
menimbulkan bahaya yang lain.”[Fathul Baari 10/169-170, Darul Ma’rifah]
Silakan Makan Apa Saja Asalkan Halal dan Thayyib
Kami
perlu tekankan kembali dari urusan jenis makanan dan pola makanan
adalah sesuai dengan kebiasaan kaumnya. Ajaran islam mengajarkan
silahkan makan apa saja asalkan halal dan thayyib dan inti utamanya
adalah TIDAK berlebihan.
Allah berfirman,
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوٓا
“Makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan.” (QS. Al-A’raf: 31)
Ibnu Katsir menjelaskan tafsir ayat ini,
قال بعض السلف : جمع الله الطب كله في نصف آية : ( وكلوا واشربوا ولا تسرفوا )
“Sebagian
salaf berkata bahwa Allah telah mengumpulkan semua ilmu kedokteran pada
setengah ayat ini.” [Tafsir Ibnu Katsir 3/384, Dar Thaybah]
Catatan Agar Hidup Sehat
Agar
bisa hidup sehat, kita tidak hanya memperhatikan makanan tetapi
perhatikan juga olahraga dan gerak. Sebagian orang hanya fokus ke diet
saja tetapi tidak pernah olahraga dan bergerak. Orang dahulu mereka
makan dengan pola kebiasaan kaumnya (makan nasi dan sarapan pagi) dan
banyak bergerak serta berolahraga sehingga mereka tetap sehat.
Penyusun: dr. Raehanul Bahraen, M.Sc, Sp.PK
Pemuraja’ah: Ustadz Abul Jauzaa’ Dony Arif Wibowo
Sumber: https://muslim.or.id/