Urgensinya Tauhid al-Uluhiyah (3)
Oleh DR. Firanda Andirja, Lc. MA.
Pertama: Sesungguhnya intisari dakwah para nabi adalah menyeru kepada tauhid dan menjauhkan manusia dari segala bentuk kesyirikan.
Apakah
para nabi tidak membahas tauhid rububiyah? Mereka juga membahasnya,
akan tetapi inti sari dari dakwah mereka adalah tauhid uluhiyah.
Kebanyakan umat seperti umat Nabi Shalih, Nabi Nuh, Nabi Hud, Nabi
Ibrahim ‘alaihimussalam mengakui adanya Allah ﷻ, hanya saja mereka
beribadah kepada selain Allah ﷻ. Oleh karenanya Allah ﷻ berfirman,
وَلَقَدْ
بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ
وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ فَمِنْهُمْ مَنْ هَدَى اللَّهُ وَمِنْهُمْ مَنْ
حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلَالَةُ فَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ
كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ
“Dan
sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk
menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu”, maka di
antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada
pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka
berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan
orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).” (QS. An-Nahl: 36)
Allah ﷻ berfirman,
وَلَقَدْ
أَرْسَلْنَا نُوحًا إِلَى قَوْمِهِ فَقَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ
مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ أَفَلَا تَتَّقُونَ
“Dan
sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, lalu ia berkata:
“Hai kaumku, sembahlah oleh kamu Allah, (karena) sekali-kali tidak ada
Tuhan bagimu selain Dia. Maka mengapa kamu tidak bertakwa (kepada-Nya)?”
(QS. Al-Mukminun: 23)
Allah ﷻ berfirman,
وَإِلَى عَادٍ أَخَاهُمْ هُودًا قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ أَفَلَا تَتَّقُونَ
“Dan
(Kami telah mengutus) kepada kaum ‘Aad saudara mereka, Hud. Ia berkata:
“Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain
dari-Nya. Maka mengapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya?” (QS. Al-A’raf:
65)
Allah ﷻ berfirman,
وَإِلَى ثَمُودَ أَخَاهُمْ صَالِحًا قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ
“Dan
(Kami telah mengutus) kepada kaum Tsamud saudara mereka Shaleh. Ia
berkata: “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan
bagimu selain-Nya.” (QS. Al-A’raf: 73)
Sampai-sampai di antara kaumnya ada yang berkata,
قَالُوا
أَجِئْتَنَا لِنَعْبُدَ اللَّهَ وَحْدَهُ وَنَذَرَ مَا كَانَ يَعْبُدُ
آبَاؤُنَا فَأْتِنَا بِمَا تَعِدُنَا إِنْ كُنْتَ مِنَ الصَّادِقِينَ
“Mereka
berkata: “Apakah kamu datang kepada kami, agar kami hanya menyembah
Allah saja dan meninggalkan apa yang biasa disembah oleh bapak-bapak
kami? maka datangkanlah azab yang kamu ancamkan kepada kami jika kamu
termasuk orang-orang yang benar”.” (QS. Al-A’raf: 70)
Sebaliknya
dakwah yang selalu diserukan oleh setan dan Iblis adalah agar
orang-orang terjerumus dalam kesyirikan. Inilah prioritas dakwah Iblis,
yaitu agar manusia menjadi pengikutnya di Neraka jahanam. Sehingga Iblis
berusaha menjerumuskan manusia ke dalam kesyirikan dengan berbagai
macam model-modelnya.
Kedua:
Tauhid uluhiyah mengandung tauhid rububiyah dan tauhid asma wasifat.
Ini dikarenakan yang berhak disembah adalah yang esa dalam rububiyah dan
esa dalam tauhid asma wasifat. Ketika kita tahu hanya Allah ﷻ yang
menciptakan alam semesta maka hanya Allah ﷻ yang berhak untuk disembah.
Jika ternyata ada dzat lain yang ikut dalam penciptaan alam semesta
tentu dia juga berhak untuk disembah. Namun kenyataannya tidak ada yang
ikut bersama Allah ﷻ dalam penciptaan alam semesta, karena Allah ﷻ maha
esa dalam rububiyah-Nya. Keesaan dalam rububiyah artinya Allah ﷻ maha
esa dalam menciptakan, menguasai alam semesta, dan mengatur alam
semesta.
Dzat
yang esa dalam rububiyah dan asma wasifat-Nya maka hanya dialah yang
berhak untuk disembah. Jika ada selain Allah ﷻ yang ikut dalam
menciptakan alam semesta dan sama kuatnya dengan Allah ﷻ maka dia juga
berhak untuk disembah. Akan tetapi ketika Allah ﷻ esa dalam rububiyah
dan sifat-sifatnya maka hanya Allah ﷻ yang berhak untuk disembah. Allah ﷻ
berfirman,
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ، اللَّهُ الصَّمَدُ، لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ، وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ
“Katakanlah
(Muhammad), “Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah tempat meminta segala
sesuatu. (Allah) tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak
ada sesuatu yang setara dengan Dia.” (QS. Al-Ikhlas: 1-4)
Dari
sini kita tahu bahwasanya tauhid uluhiyah adalah puncak. Karena
hubungan antara uluhiyah, rububiyah, dan asma wasifat adalah:
- Orang yang mengakui rububiyah berkonsekuensi dia harus mentauhidkan uluhiyah.
- Orang yang mengakui asma wasifat berkonsekuensi dia harus mentauhidkan uluhiyah.
- Orang yang menauhidkan uluhiyah Allah ﷻ maka sudah pasti dia telah menauhidkan Allah ﷻ dari sisi rububiyah dan asma wasifat-Nya.
Ketiga: Allah ﷻ menciptakan jin dan manusia untuk tauhid uluhiyah. Allah ﷻ berfirman,
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (QS. Adz-zariyat: 56)
Tujuan kita diciptakan adalah beribadah kepada Allah ﷻ. Sehingga tauhid uluhiyah adalah tujuan dari penciptaan manusia dan jin.
Keempat:
Perkara pertama yang wajib bagi mukalaf (manusia yang dibebani syariat)
adalah tauhid uluhiyah. Seseorang yang pertama kali masuk Islam maka
cukup baginya mengucapkan syahadatain.
Kelima: Banyaknya keutamaan yang diraih olah yang yang memurnikan tauhid al-Uluhiyah, diantaranya:
- Pertama : Orang yang bertauhid dengan tauhid yang tinggi dan bersih dari segala bentuk kesyirikan maka akan diampuni dosa-dosanya.
Dalam hadits qudsi Allah ﷻ berfirman,
يَا
ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِي بِقُرَابِ الأَرْضِ خَطَايَا ثُمَّ
لَقِيتَنِي لاَ تُشْرِكُ بِي شَيْئًا لأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً
“Wahai
anak Adam, jika engkau mendatangi-Ku dengan dosa sepenuh bumi kemudian
engkau tidak berbuat syirik pada-Ku dengan sesuatu apa pun, maka Aku
akan mendatangimu dengan ampunan sepenuh bumi itu pula.”([1])
Hadits Qudsi ini juga diperkuat dengan hadits Sahibul Bithaqah. Rasulullah ﷺ bersabda,
جُلٍ
مِنْ أُمَّتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى رُءُوسِ الْخَلاَئِقِ فَيُنْشَرُ
لَهُ تِسْعَةٌ وَتِسْعُونَ سِجِلاًّ كُلُّ سِجِلٍّ مَدَّ الْبَصَرِ ثُمَّ
يَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ هَلْ تُنْكِرُ مِنْ هَذَا شَيْئًا فَيَقُولُ
لاَ يَا رَبِّ فَيَقُولُ أَظَلَمَتْكَ كَتَبَتِي الْحَافِظُونَ ثُمَّ
يَقُولُ أَلَكَ عُذْرٌ أَلَكَ حَسَنَةٌ فَيُهَابُ الرَّجُلُ فَيَقُولُ لاَ.
فَيَقُولُ بَلَى إِنَّ لَكَ عِنْدَنَا حَسَنَاتٍ وَإِنَّهُ لاَ ظُلْمَ
عَلَيْكَ الْيَوْمَ فَتُخْرَجُ لَهُ بِطَاقَةٌ فِيهَا أَشْهَدُ أَنْ لاَ
إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ قَالَ
فَيَقُولُ يَا رَبِّ مَا هَذِهِ الْبِطَاقَةُ مَعَ هَذِهِ السِّجِلاَّتِ
فَيَقُولُ إِنَّكَ لاَ تُظْلَمُ. فَتُوضَعُ السِّجِلاَّتُ فِي كِفَّةٍ
وَالْبِطَاقَةُ فِي كِفَّةٍ فَطَاشَتِ السِّجِلاَّتُ وَثَقُلَتِ
الْبِطَاقَةُ
“Ada
seseorang yang terpilih dari umatku pada hari kiamat dari kebanyakan
orang ketika itu, lalu dibentangkan catatan (rapor) amalnya yang
berjumlah 99 catatan. Setiap catatan jika dibentangkan sejauh mata
memandang. Kemudian Allah menanyakan padanya, “Apakah engkau mengingkari
sedikit pun dari catatanmu ini?” Ia menjawab, “Tidak sama sekali wahai
Rabbku.” Allah bertanya lagi, “Apakah yang mencatat hal ini berbuat
zalim padamu?” Lalu ditanyakan pula, “Apakah engkau punya uzur atau ada
kebaikan di sisimu?” Dipanggillah laki-laki tersebut dan ia berkata,
“Tidak.” Allah pun berfirman, “Sesungguhnya ada kebaikanmu yang masih
kami catat dan sungguh tidak akan ada kezaliman atasmu hari ini.” Lantas
dikeluarkanlah satu bithaqah (kartu) yang bertuliskan syahadat ‘laa
ilaha ilallah wa anna muhammadan ‘abduhu wa rosuluh’. Lalu ia bertanya,
“Apa pengaruh kartu ini jika dibandingkan dengan catatan-catatanku yang
penuh dosa tadi?” Allah berkata padanya, “Sesungguhnya engkau tidak akan
dizalimi.” Lantas diletakkanlah catatan-catatan dosa di salah satu daun
timbangan dan kartu ‘laa ilaha illallah’ di daun timbangan lainnya.
Ternyata daun timbangan penuh dosa tersebut terkalahkan dengan beratnya
kartu ‘laa ilaha illalah’ tadi.([2])
Setiap
kita yang bertauhid memiliki bithaqah (kartu) laa ilaha illalah namun
kualitasnya berbeda-beda. Semakin seseorang jauh dari segala bentuk
kesyirikan dan ketergantungan pada selain Allah, dia senantiasa
memperhatikan segala gerak-geriknya, tidak memandang kecuali karena
Allah, tidak berucap melainkan karena Allah dan tidaklah dia
melangkahkan kaki kecuali juga karena Allah ﷻ maka akan semakin
berkualitas juga bithaqahnya. Muhammad bin Al-Fadl Al-Balkhi r pernah
berkata,
وَقَالَ مُحَمَّدُ بْنُ الْفَضْلِ الْبَلْخِيُّ: مَا خَطَوْتُ مُنْذُ أَرْبَعِينَ سَنَةً خُطْوَةً لِغَيْرِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ
“Aku tidak pernah melangkahkan kaki semenjak 40 tahun lamanya kepada selain Allah ﷻ”([3])
Demikian juga dalam hadits Muadz bin jabal disebutkan,
وَحَقُّ الْعِبَادِ عَلَى اللهِ أَنْ لَا يُعَذِّبَ مَنْ لَا يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا
“Sedangkan
hak para hamba yang pasti dipenuhi Allâh ialah sesungguhnya Allâh tidak
akan menyiksa orang yang tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu
pun”([4])
- Kedua: Demikian juga orang yang bertauhid adalah orang yang akan mendapatkan syafaat Rasulullah ﷺ terbanyak di hari kiamat kelak.
Rasulullah ﷺ bersabda ketika ditanya oleh Abu Hurairah
مَنْ أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِكَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ؟
“Siapakah yang paling bahagia meraih syafaátmu pada hari kiamat?”
Beliau ﷺ pun menjawab,
أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ، خَالِصًا مِنْ قَلْبِهِ أَوْ نَفْسِهِ
“Orang
yang paling bahagia dengan syafaatku di hari kiamat adalah orang yang
mengucapkan ‘la ilaha illallah’ secara ikhlas dari kalbunya.”([5])
Nabi ﷺ juga bersabda,
لِكُلِّ
نَبِيٍّ دَعْوَةٌ مُسْتَجَابَةٌ. فَتَعَجَّلَ كُلُّ نَبِيٍّ دَعْوَتَهُ.
وَإِنِّي اِخْتَبَأْتُ دَعْوَتِي شَفَاعَةً ِلأُمَّتِي يَوْمَ
الْقِيَامَةِ. فَهِيَ نَائِلَةٌ، إِنْ شَاءَ اللهُ، مَنْ مَاتَ مِنْ
أُمَّتِي لاَ يُشْرِكُ بِاللهِ شَيْئًا
“Setiap
Nabi mempunyai doa yang mustajab (diperkenankan dengan cepat). Setiap
Nabi segera mempergunakannya. Sesungguhnya aku menyimpan doa itu, untuk
dapat memberi syafaat (pertolongan) kepada umatku di hari kiamat. doa
tersebut Insya Allah maqbul, untuk umatku yang meninggal dunia tanpa
menyekutukan Allah dengan suatu apapun.”([6])
- Ketiga: Seseorang yang benar-benar memurnikan tauhidnya maka ia akan masuk surga tanpa hisab.
Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab menuliskan salah satu judul dalam kitab tauhidnya
بَابٌ مَنْ حَقَّقَ التَّوحِيدَ دَخَلَ الجَنَّةَ بِغَيرِ عَذَابٍ وَلَا حِسَابٍ
“Bab barang siapa yang memurnikan Tauhid akan masuk surga tanpa azab dan hisab”
Nabi ﷺ juga menyebutkan bahwa sifat-sifat orang-orang yang masuk surga tanpa hisab di antaranya,
هُمُ الَّذِينَ لاَ يَسْتَرْقُونَ وَلاَ يَكتوونَ وَلاَ يَتَطَيَّرُونَ وَعَلَى رَبِّـهِمْ يَتَوَكَّلُونَ
“Mereka
itu adalah orang yang tidak minta diruqyah, tidak melakukan kay dan
tidak melakukan tathayyur serta mereka bertawakkal hanya kepada Rabb
mereka.”([7])
Meminta
untuk diruqyah adalah sesuatu yang tidak haram begitu pula berobat
dengan kay, keduanya hanya sampai tingkatan makruh. Namun ketika
seseorang tetap berusaha untuk tidak melakukan keduanya, hal ini
menunjukkan tingkat tawakkalnya yang sangat tinggi kepada Allah ﷻ.
Inilah sebab yang menjadikan mereka masuk surga tanpa azab dan tanpa
hisab.
Metode Al-Qur’an Dalam Memerintahkan Untuk Bertauhid Uluhiyah
Pertama:
Al-Qur’an berdalil dengan pengakuan terhadap rububiyah untuk tauhid
uluhiyah. Yang seperti ini sangat banyak di dalam Al-Qur’an, karena
orang-orang musyrikin mengakui tauhid rububiyah. Ini adalah hal yang
wajar, karena nenek moyang orang-orang Quraisy yaitu Nabi Ismail adalah
orang yang membangun Kakbah. Kita dapati mereka beribadah haji,
bernazar, dan banyak yang bernama Abdullah sebelum Nabi Muhammad ﷺ
lahir. Nabi Muhammad ﷺ juga sering mendakwahi mereka di musim haji
karena mereka musyrikin. Orang-orang musyrikin Arab menyembah Allah ﷻ
dan juga menyembah berhala. Jumlah berhala yang berada di sekitar Kakbah
berjumlah 360 berhala([8]). Patung-patung tersebut merupakan simbol
dari orang-orang saleh yang mereka sembah. Padahal yang berhak
hanyalah yang menciptakan alam semesta. Oleh karenanya di antara metode
Al-Qur’an agar mereka meninggalkan perbuatan syirik adalah dengan
memanfaatkan pengakuan mereka terhadap rububiyah. Contohnya Allah ﷻ
berfirman,
يَا
أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ
مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ، الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ
فِرَاشًا وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَأَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً
فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَكُمْ فَلَا تَجْعَلُوا
لِلَّهِ أَنْدَادًا وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“Hai
manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang
yang sebelummu, agar kamu bertakwa, Dialah yang menjadikan bumi sebagai
hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan)
dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan
sebagai rezeki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan
sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah:
21-22)
Allah ﷻ berfirman,
قُلْ
مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أَمَّنْ يَمْلِكُ
السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَمَنْ يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ
وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَمَنْ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ
فَسَيَقُولُونَ اللَّهُ فَقُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ
“Katakanlah:
“Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau
siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan
siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan
yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?”
Maka mereka akan menjawab: “Allah”. Maka katakanlah “Mengapa kamu tidak
bertakwa kepada-Nya)?” (QS. Yunus: 31)
Sering
Allah ﷻ berdalil dengan pengakuan mereka terhadap rububiyah agar mereka
bertauhid uluhiyah. Oleh karenanya dosa yang paling besar adalah dosa
syirik, Nabi Muhammad ﷺ bersabda ketika ditanya,
أَيُّ الذَّنْبِ أَعْظَمُ؟ قَالَ: «أَنْ تَجْعَلَ لِلَّهِ نِدًّا وَهُوَ خَلَقَكَ»
“Dosa
apakah yang paling besar di sisi Allah? Beliau menjawab; ‘Bila kamu
menyekutukan Allah, padahal dialah yang menciptakanmu.” ([9])
Seandainya
ada dua dzat yang menciptakanmu maka silahkan untuk menyembah keduanya.
Namun ketika yang menciptakanmu hanya Allah ﷻ maka mengapa kamu
menyembah selain Allah ﷻ? Kenapa kamu beribadah kepada mayat-mayat atau
ruh-ruh? Mengapa kamu meminta kepada mayat-mayat orang saleh? Semua ini
tidak boleh, kamu hanya diperbolehkan untuk menyembah Allah ﷻ karena
hanya Allah ﷻ yang menciptakanmu.
Kedua: menjelaskan keburukan dan ketidakmampuan sembahan selain Allah ﷻ. Ini juga banyak di dalam Al-Qur’an. Allah ﷻ berfirman,
تَبَارَكَ
الَّذِي نَزَّلَ الْفُرْقَانَ عَلَى عَبْدِهِ لِيَكُونَ لِلْعَالَمِينَ
نَذِيرًا. الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَلَمْ يَتَّخِذْ
وَلَدًا وَلَمْ يَكُنْ لَهُ شَرِيكٌ فِي الْمُلْكِ وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ
فَقَدَّرَهُ تَقْدِيرًا. وَاتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ آلِهَةً لَا
يَخْلُقُونَ شَيْئًا وَهُمْ يُخْلَقُونَ وَلَا يَمْلِكُونَ لِأَنْفُسِهِمْ
ضَرًّا وَلَا نَفْعًا وَلَا يَمْلِكُونَ مَوْتًا وَلَا حَيَاةً وَلَا نُشُورًا
“Maha
suci Allah yang telah menurunkan Al Furqaan (Al Quran) kepada
hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam, yang
kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai
anak, dan tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan(Nya), dan dia telah
menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan
serapi-rapinya. Kemudian mereka mengambil tuhan-tuhan selain
daripada-Nya (untuk disembah), yang tuhan-tuhan itu tidak menciptakan
apa pun, bahkan mereka sendiri diciptakan dan tidak kuasa untuk
(menolak) sesuatu kemudaratan dari dirinya dan tidak (pula untuk
mengambil) suatu manfaat pun dan (juga) tidak kuasa mematikan,
menghidupkan dan tidak (pula) membangkitkan.” (QS. Al-Furqan: 1-3)
Dalam
ayat ini Allah ﷻ menjelaskan tentang sembahan-sembahan yang tidak
memiliki kemampuan. Ini seperti Nabi Ibrahim ‘alaihissalam ketika
berbicara kepada ayahnya,
إِذْ قَالَ لِأَبِيهِ يَا أَبَتِ لِمَ تَعْبُدُ مَا لَا يَسْمَعُ وَلَا يُبْصِرُ وَلَا يُغْنِي عَنْكَ شَيْئًا
“Ingatlah
ketika ia berkata kepada bapaknya; “Wahai bapakku, mengapa kamu
menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat
menolong kamu sedikit pun?” (QS. Maryam: 42)
Allah ﷻ berfirman,
قُلِ ادْعُوا الَّذِينَ زَعَمْتُمْ مِنْ دُونِهِ فَلَا يَمْلِكُونَ كَشْفَ الضُّرِّ عَنْكُمْ وَلَا تَحْوِيلًا
“Katakanlah:
“Panggillah mereka yang kamu anggap (tuhan) selain Allah, maka mereka
tidak akan mempunyai kekuasaan untuk menghilangkan bahaya daripadamu dan
tidak pula memindahkannya”. (QS. Al-Isra’: 56)
قُلِ
ادْعُوا الَّذِينَ زَعَمْتُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ لَا يَمْلِكُونَ
مِثْقَالَ ذَرَّةٍ فِي السَّمَاوَاتِ وَلَا فِي الْأَرْضِ وَمَا لَهُمْ
فِيهِمَا مِنْ شِرْكٍ وَمَا لَهُ مِنْهُمْ مِنْ ظَهِيرٍ. وَلَا تَنْفَعُ
الشَّفَاعَةُ عِنْدَهُ إِلَّا لِمَنْ أَذِنَ لَهُ حَتَّى إِذَا فُزِّعَ
عَنْ قُلُوبِهِمْ قَالُوا مَاذَا قَالَ رَبُّكُمْ قَالُوا الْحَقَّ وَهُوَ
الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ
“Katakanlah:
“Serulah mereka yang kamu anggap (sebagai tuhan) selain Allah, mereka
tidak memiliki (kekuasaan) seberat zarrah pun di langit dan di bumi, dan
mereka tidak mempunyai suatu saham pun dalam (penciptaan) langit dan
bumi dan sekali-kali tidak ada di antara mereka yang menjadi pembantu
bagi-Nya. Dan tiadalah berguna syafaat di sisi Allah melainkan bagi
orang yang telah diizinkan-Nya memperoleh syafaat itu, sehingga apabila
telah dihilangkan ketakutan dari hati mereka, mereka berkata “Apakah
yang telah difirmankan oleh Tuhan-mu?” Mereka menjawab: (Perkataan) yang
benar”, dan Dialah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS. As-Saba’:
22-23)
Apakah
sembahan yang kalian sembah selain Allah ﷻ pernah menciptakan lalat,
biji-bijian, atau tumbuhan? Tidak ada sembahan selain Allah ﷻ yang bisa
menciptakan sesuatu. Sembahan selain Allah ﷻ juga tidak pernah ikut
serta dalam mengatur dan menciptakan langit dan bumi. Juga Allah ﷻ tidak
pernah meminta bantuan sama sekali kepada selain-Nya. Allah ﷻ
berfirman,
يَا
أَيُّهَا النَّاسُ ضُرِبَ مَثَلٌ فَاسْتَمِعُوا لَهُ إِنَّ الَّذِينَ
تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ لَنْ يَخْلُقُوا ذُبَابًا وَلَوِ اجْتَمَعُوا
لَهُ وَإِنْ يَسْلُبْهُمُ الذُّبَابُ شَيْئًا لَا يَسْتَنْقِذُوهُ مِنْهُ
ضَعُفَ الطَّالِبُ وَالْمَطْلُوبُ
“Hai
manusia, telah dibuat perumpamaan, maka dengarkanlah olehmu perumpamaan
itu. Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak
dapat menciptakan seekor lalat pun, walaupun mereka bersatu
menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka,
tiadalah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahlah
yang menyembah dan amat lemah (pulalah) yang disembah.” (QS. Al-Hajj:
73)
Allah ﷻ berfirman,
وَالَّذِينَ
تَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ مَا يَمْلِكُونَ مِنْ قِطْمِيرٍ. إِنْ تَدْعُوهُمْ
لَا يَسْمَعُوا دُعَاءَكُمْ وَلَوْ سَمِعُوا مَا اسْتَجَابُوا لَكُمْ
وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يَكْفُرُونَ بِشِرْكِكُمْ وَلَا يُنَبِّئُكَ مِثْلُ
خَبِيرٍ
“Dia
memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam dan
menundukkan matahari dan bulan, masing-masing berjalan menurut waktu
yang ditentukan. Yang (berbuat) demikian itulah Allah Tuhanmu,
kepunyaan-Nya-lah kerajaan. Dan orang-orang yang kamu seru (sembah)
selain Allah tiada mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari. Jika
kamu menyeru mereka, mereka tiada mendengar seruanmu; dan kalau mereka
mendengar, mereka tidak dapat memperkenankan permintaanmu. Dan di hari
kiamat mereka akan mengingkari kesyirikanmu dan tidak ada yang dapat
memberi keterangan kepadamu sebagai yang diberikan oleh Yang Maha
Mengetahui.” (QS. Fatir: 13-14)
Ini adalah contoh dari keburukan atau ketidakmampuan sembahan selain Allah ﷻ yang Allah ﷻ jelaskan di dalam Al-Qur’an.
Ketiga: Allah ﷻ mengingatkan kaum musyrikin Arab bahwa mereka ketika dalam kondisi genting mereka bertauhid. Allah ﷻ berfirman,
فَإِذَا
رَكِبُوا فِي الْفُلْكِ دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ
فَلَمَّا نَجَّاهُمْ إِلَى الْبَرِّ إِذَا هُمْ يُشْرِكُونَ
“Maka
apabila mereka naik kapal mereka mendoa kepada Allah dengan memurnikan
ketaatan kepada-Nya; maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke
darat, tiba-tiba mereka (kembali) menyekutukan (Allah)” (QS.
Al-‘Ankabut: 65)
Oleh
karenanya di zaman kakeknya Nabi Muhammad ﷺ ketika raja Abrahah datang
ingin menghancurkan kota Makkah maka semua orang meninggalkan
sembahan-sembahan mereka dan berdoa kepada Allah ﷻ di Kakbah([10]). Oleh
karenanya Allah ﷻ ingatkan orang musyrikin Arab: “Bahwa kalian pernah
bertauhid dalam kondisi genting, maka lakukanlah tauhid tersebut dalam
kondisi genting maupun dalam kondisi lapang. Jangan sampai kalian ketika
dalam kondisi lapang meminta kepada berhala-berhala”.
Ini adalah beberapa metode Al-Qur’an dalam memerintahkan untuk bertauhid uluhiyah.
Artikel ini penggalan dari Buku Syarah Rukum Iman Karya Ustadz DR. Firanda Andirja, Lc. MA.
_______
([1]) HR. Tirmidzi no. 3540 dan dinilai sahih oleh Al-Albani dalam Sahih At-Tirmidzi no. 3540
([2])
HR. Tirmidzi no. 2639 dan Ibnu Majah no. 4300, Syaikh Al-Albani dalam
Misykat Al-Mashabih no. 5492 mengatakan bahwa hadits ini sanadnya sahih.
([3]) Lihat : Jami Al-‘Ulum wa Al-Hikam 1/214
([4]) HR. Bukhari no. 2856 dan Muslim no. 30
([5]) HR. Bukhari. 99
Dalam
hadits ini Abu Hurairah tidak sedang bertanya kepada Nabi siapa yang
berhak mendapatkan syafaat, akan tetapi beliau bertanya tentang siapakah
orang yang paling bahagia dalam meraih syafaat. Karenanya beliau
bertanya dengan menggunakan ism at-tafdhiil (أَسْعَدُ). Karenanya Nabi
menjawab dengan menjelaskan bahwa orang yang paling berbahagia adalah
orang yang ikhlas. Dan ikhlash di sini adalah ikhlash yang khusus,
karena kita tahu bahwa ikhlash bertingkat-tingkat. (Lihat Irsyaad
As-Saari, al-Qoshtholani 1/195).
([6]) HR. Muslim no. 199
([7])
HR. Ahmad no. 4339 dan Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad no. 911, hadits
ini juga dinilai sahih oleh Al-Albani dalam Sahih Al-Adab Al-Mufrad no.
700.
([8]) Lihat: HR. An-Nasai dalam As-Sunan Al-Kubra No. 11233.
([9]) HR. Bukhari No. 6001 dan Muslim No. 86.
([10]) Lihat: Mausuu’ah Ar-Raqaaiq Wa Al-Adab (1/939).
Sumber: https://bekalislam.firanda.com/